Tags

2009 (5) 2010 (1) 2011 (12) 2012 (7) 2013 (1) Anime (2) Ao no Exorcist (2) AoEx (2) application (1) ArchiLife (1) bakeneko (1) batu-malang (1) Biography (1) Cho Kyuhyun (3) collaboration (1) coloured (1) daku (2) fan fiction (8) fiction stories (8) Hachi (8) hachidarksky (22) Him (3) Itachi (1) Kazue Katou (2) Keita (2) Komuter (1) Kyuhyun (4) link (1) Lyric (3) Madara (1) memory (2) mp3 download (2) nad (1) Nadia (1) nonsense (10) ohanichibanwa (5) Okumura Brother (1) one shot (5) OPED (1) OST (1) otherblog (4) Park Ririn (3) perpisahan (2) PSD (2) recommended (6) review (8) Ririn (4) romaji lyrics (2) romance (5) SAI (1) Shaa (2) sketch (1) slice of life (5) spoiler alert (3) Super Junior (10) Tama (3) Teaser (1) TIK (6) Tipografi (5) Trip (4) try (1) Tugas (5) twitter (1) Typography (5) video (3) welcome (1) wordpress (1) WUAfamily (3) Yondaime (1)

About.. who? me?

My photo
<-- omo kyu.. nomnomnom /slapped

Tuesday, February 28, 2012

Still with This Love [ Cho Kyuhyun Fanfiction ]

—I won’t ever let you go..
“sayang, ayo cepat. Sudah hampir jam 10”
arasseo, sebentar”
Dia begitu cantik saat selesai mandi. Rambutnya tergerai menutupi bahunya yang kecil, baju kemeja putih yang tadi ia pakai tidur tetap dipakainya lagi, dan handuk yang membersihkan wajahnya dari basahnya air sehabis mandi memperlihatkan wajah terperangahnya yang lucu. Kenapa kau bisa secantik ini? Aku sungguh sangat beruntung bisa menikah denganmu.
“ah! Baju couple ungu kita! Apa masih cukup untukku?” suaranya yang lembut masih tetap bisa membuatku jatuh cinta seperti saat pertama kali bertemu dengannya. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bila bukan aku sekarang yang memanggilnya dengan sebutan sayang.
“tentu saja! Kau masih tetap seperti yang dulu.. cantik”
“m—mwo?? Apa yang kau katakan pagi-pagi begini! Jangan membuatku malu” wajahnya benar-benar merah padam. Aku menepuk kedua pipinya dengan tanganku yang besar.
“kau cantik, memang tidak boleh?” aku mencoba menggodanya. Dia terdiam dengan wajah yang terperangah dan malu. Sunggun menyenangkan menggodanya seperti ini.
“su—sudahlah, ayo cepat berangkat saja” istriku ini, masih dengan wajahnya yang merah, langsung meraih baju polo shirt ungu yang sedang kupegang dan masuk ke dalam kamar mandi lagi. Hehehe. Lucu sekali.
“aku tunggu diluar ne sayang..”
“ne!”
—I won’t ever let you hurt..
Dia akhirnya keluar dan berjalan kearahku yang sedang bersandar di pagar setelah mengunci pintu rumah. Ini malah seperti akan kencan pertama kali lagi. Rambutnya yang panjang bergelombang itu dijepitnya beberapa kebelakang. Make-upnya natural, tidak menyembunyikan kecantikan yang memang terpancar dari dirinya. Aku masih tidak menyangka bahwa kami sudah menikah hampir 4 bulan. Karena saat ini, kami bahkan masih terlihat seperti pasangan orang yang masih berpacaran.
Kami sekarang sedang berjalan bergandengan tangan ke sebuah rumah sakit yang dekat dengan rumah kami. Pagi ini cerah, dan awan melindungi kami dari sinar matahari yang sudah sedikit menyilaukan. Rasanya jantungku tidak mau berhenti berdegup super kencang. Kata-katanya masih terngiang di kepalaku. Kata-katanya tadi malam itu sangat membuatku syok, dan hampir pingsan. Sebuah kalimat yaitu, `Sepertinya aku hamil Kyu!`, benar-benar membuatku ingin langsung pergi menemui sang pencipta detik itu juga.
Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung memeriksanya. Oh. Benar-benar, setengah jam menunggu rasanya seperti 365hari. Aku gugup. Aku sudah sangat senang akan kehadirannya di dunia ini nanti. Tapi bagaimana kalau ternyata dia tidak jadi hadir diantara kami? Semalaman aku berdoa agar apa yang dikatakan wanitaku yang paling cantik ini benar. aku sangat-sangat gugup. Sangat.
Akhirnya dokter keluar, istriku mengikutinya. Mereka tampak tidak senang. Apa? Apa hasilnya? Kenapa wajah kalian seperti itu? Jangan katakan kalau ternyata dia tidak ada. Cepat katakan sesuatu!
hun..” suaranya tampak lemah, lesu, lunglai, tak bersemangat sama sekali.
“apa? Kenapa? Jangan membuatku penasaran!”
“istri anda positif hamil” aku terperangah bingung dan tidak percaya.
“hehehee.. kau tertipu.. akhirnya kau termakan ide evilku. hahahahah” istriku ini malah tertawa. Mungkin wajahku tadi benar-benar kecewa super berat. Dia berhasil membuatku tertipu.
“iya dok?” aku tetap masih terperangah tidak percaya akan apa yang aku dengar. Dokter itu mengangguk dan membenarkannya. Belahan jiwaku ini ternyata sudah satu bulan! Aku tidak bisa menahan kebahagiaanku! Aku langsung memeluk istriku ini dengan erat. Dia yang tadinya tertawa sekarang menangis dalam pelukanku. Sepertinya dia juga tidak percaya bahwa dia benar-benar hamil. Aku bersyukur. Sangat bersyukur!
“..saranghae!!” dia membalas senyum bahagiaku dengan tangis bahagianya. Ini sangat tidak bisa diungkapkan lagi dengan kata-kata. Aku! Akan mempunyai anak dengannya! Tuhan! Bila ini mimpi, jangan sadarkan aku! Dan bila ini memang kenyataan,  biarkan dia hadir dalam kehidupan kami!
“kita harus cepat pulang! Umma pasti senang sekali!,” aku langsung membungkuk dalam-dalam pada dokter yang menangani istriku ini. “terima kasih dok! Kami permisi dulu!”
Aku menariknya keluar ruangan dan rumah sakit dengan cepat. Aku ingin memeluknya, menciumnya, mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara, tapi semua itu tidak kulakukan. Jalanan ini ramai. Aku tidak bisa leluasa melakukan itu semua. Aku sedikit berdecak kesal. Akhirnya aku hanya menggandeng tangannya yang lembut itu dengan kasih sayang yang meluap. Rasanya tsunami pun tidak akan bisa mengalahkan rasa ini.
“sayang, nyanyikan lagu anak-anak dengan suaramu itu..” dia tersenyum kearahku. Senyum malaikat. Aku akhirnya bernyanyi untuknya dan yang berada di dalamnya dan mengusap perutnya pelan. Kami benar-benar bahagia dan seperti tidak bisa terpisahkan. Hingga akhirnya ada sebuah toko yang mengalihkan perhatianku. Toko bunga. Aku akan membelikannya bunga!
“sebentar ya, aku akan kesana sebentar!” aku mencium keningnya dan berlari diantara kerumunan orang di zebracross menuju keseberang jalan, tempat toko bunga itu berada.
—I won’t ever let you cry..
“bisa tolong satu buket bunga Lilac?”
“Lilac? Kenapa tidak mawar saja tuan?”
“tidak, aku ingin Lilac. Itu bunga kesukaannya” aku tersenyum dan menoleh kearah istriku diseberang sana. Dari tempat sejauh apapun, dia tetap yang tercantik. Aku hampir tidak bisa mengalihkan perhatianku darinya selama beberapa saat sampai penjaga toko bunga ini akhirnya memberikan satu buket bunga Lilac.
Aku membayarnya dengan cepat dan langusng menuju lampu penyeberangan jalan. Kenapa lampu ini lama sekali? Cepatlah hijau! Aku ingin segera memberikan ini padanya! Aku berlari-lari kecil ditempat agar aku bisa langsung berlari begitu lampu penyeberangan ini menjadi hijau. Aku melihatnya tertawa diseberang sana. Tawa kecilnya sangat manis.
Ayolah, lama sekali angka-angka ini berganti. 8 detik rasanya seperti 8 jam! Aku sudah tidak tahan mellihatnya sendirian di ujung sana. Tega sekali aku meninggalkannya sendirian disana. Aku akan langsung memeluknya dengan erat sesampainya disana. Dan yang bisa aku pikirikan adalah air mata bahagianya saat menerima bunga ini. Aku akan memeluknya lebih erat lagi.
— I won’t ever leave you..
Mataku teralihkan pada seseorang yang pernah aku kenal. Seorang perempuan. Sepertinya aku pernah melihatnya. Bukankah dia.. Victoria? Apa yang dia lakukan di sini? Ini bukan wilayahnya. Bahkan dia tidak tinggal didekat dan sekitar sini. Tempat menunggu untuk menyeberang masih luas, kenapa dia harus berhenti dibelakang istriku? Mwo?! Apa yang dia lakukan! Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Wanita itu mendorong istriku ke tengah jalan. Di depan mataku.
Tidak. Tidak. Tidak.
“RIN!!” aku tidak mau kehilangannya. Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku harus bisa meraihnya. Aku tidak akan membiarkannya pergi dariku. Di depan mataku. Aku melihat air matanya mengalir pelan dari mata indahnya yang melihat kearahku. Kumohon jangan menangis! Aku akan menolongmu. Aku akan menangkapmu dalam pelukanku. Aku tidak akan membiarkanmu terluka! Rin!!
—So please..
Aku berhasil meraihnya dan memeluknya erat. Aku tidak menghiraukan apa yang terjadi padaku. Wanita yang paling aku cintai ini sudah berada dalam dekapanku. Aku tidak akan pernah melepaskannya. Aku tidak akan pernah membiarkannya terluka. Aku tidak akan pernah membiarkannya menangis. Aku tidak akan pernah meninggalkannya lagi. Aku memohon pada tuhan agar membiarkannya hidup. Aku tidak perduli apapun yang terjadi padaku. Asalkan dia tetap hidup dan sehat. Semua akan baik-baik saja untukku.
“Kyuhyun!! Kyu!” aku mendengar teriakan pilunya. Senyum tipisku mengembang. Syukurlah dia selamat.
“Rin.. apa kau baik-baik saja?”
“tidak! Aku tidak baik-baik saja!” dia menjerit dalam tangisnya. Kumohon, jangan menangis seperti itu. “Cho Kyuhyun!! Jangan tinggalkan aku sendirian di dunia ini! Bangun! Cho Kyuhyun!!”
“hehe.. ne.. arasseo.. aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian di dunia ini.. I promise..”
“tidak! Jangan tutup matamu! Aku tidak mau kehilanganmu! Cho Kyuhyun!!” aku berusaha meraih pipinya. Aku melihat tanganku yang berlumuran darah. Dia bergetar dan meraih tanganku. Jeritan pada tangisannya makin dalam. Dadaku semakin sakit mendengarnya. Jangan menangis Rin.. aku baik-baik saja.. tersenyumlah untukku.. tapi tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutku, kecuali satu kata..
mianhae..” dan yang bisa kulihat selanjutnya adalah kegelapan. Dan sebuah cahaya terang di ujung sana.
—Smile for me..

-ccc-

Apakah ini yang disebut menjelang kematian? Ah, aku rasa aku pernah merasakannya. Saat aku tertimpa kecelakaan waktu itu.. tapi kali ini berbeda. Kali ini aku tahu aku akan mengalami hal ini. Saat-saat menjelang kematian seperti ini. Aku bahagia bila harus mati karenanya. Setidaknya dia tetap hidup, aku bisa memperhatikannya dari atas sana. Walaupun kalau aku mati aku pasti akan menyesal seumur hidupku di dunia karena meninggalkannya sendirian.. dan karena aku tidak bisa berada di sisinya kelak saat dia melahirkan bayi itu ke dunia. Mungkin aku akan meminta tuhan untuk membiarkanku menjadi bayinya. Seperti siklus reinkarnasi. Itupun kalau memang ada.
Aku duduk sendiri dalam kegelapan ini. Masih melihat cahaya yang ada di ujung sana, berpikir kemana cahaya itu akan membawaku? Kematian? Tapi kemungkinan besar aku sudah mati sekarang. Atau sedang koma di rumah sakit. Apa sebaiknya aku hampiri cahaya itu? Baiklah, aku hampiri saja. Toh, aku sudah mati bukan.
please give me your smile..
“kenalkan Kyu, ini teman dari Minhyo pacarku, namanya Park Ririn” aku melihat Donghae hyung berdiri disampingku. Dia menunjuk kearah gadis manis di depanku. Itu dia. Rin.

Ririn imnida” suaranya memang sangat lembut. Aku jatuh cinta lagi. Ternyata cahaya itu menuju ke memori masa laluku. Saat aku pertama kali diperkenalkan padanya. Calon istriku di masa depan. Aku bahagia bisa melihatnya tersenyum lagi. Walau dia baru saja mengenalku, tapi senyumnya tetap senyum yang sangat indah.
Kyuhyun imnida” aku membalas senyumannya. Seketika aku melihat rona merah di pipinya. Aku ingin menyentuh pipinya itu sekali lagi. Tapi tidak. Kami baru saja berkenalan, mana mungkin aku langsung menyentuh pipinya. Aku akan menjalankan memori ini sesuai dengan semestinya. Dan membuatnya jatuh cinta padaku lagi.
“dimana Sungmin hyung?” aku mencari hyungku yang satu itu. Dia sudah tidak ada. Aku sudah tidak terlalu ingat akan kejadian masa lalu ini. Ini sudah lama sekali, kalau tidak salah empat tahun yang lalu. Ah, lama sekali..
“mwo? Dia tadi sudah bilang ‘kan kalau akan pergi dengan teman Minhyo yang satunya.. siapa namanya?”
“Sungbi, oppa” jawab perempuan yang wajahnya masih sama seperti saat terakhir aku bertemu waktu itu, dia pasti Minhyo. Rambutnya masih cokelat terang polos, tidak seperti sekarang, sudah ada yang dia merahkan. Entah buat apa. Dia suka sekali mewarnai rambutnya.
“ah, ne, Sungbi,” Donghae hyung tiba-tiba merangkul Minhyo. “ne, Kyu, aku juga sebenarnya mau pergi, jadi titip temannya Minhyo ya” dia tersenyum dan lalu pergi meninggalkanku dengannya. A—apa maksudnya dia?? Ini terlalu mendadak! Aku jadi tidak tahu harus berbuat apa! Aku lupa apa yang aku lakukan waktu kejadian ini! Ah sial. Mencoba mengingat apa yang waktu itu aku lakukan saat ini malah membuatku pusing sendiri.
“oppa?”
“n—ne?” oh tidak. Matanya.
“ng.. kalau mau kita pulang saja.. tadi Minhyo unni juga tiba-tiba mengajakku ke café ini.. pasti kau juga ya? Hahah..” dia menggaruk tengkuknya. Rambutnya masih sangat panjang.
“oh? Tidak, tidak kok”
“aku tau kau pasti sibuk, kalau begitu aku pulang duluan oppa, kamsahabnida.” Oh tidak, dia akan pergi. Aku harus menahannya.
“Jangan pergi Rin.” Sepertinya aku salah memegang tangannya yang kecil ini. Wajahnya jadi tertegun melihat tanganku yang sedang menahannya. “ah, maaf” aku terpaksa melepasnya.
“ti—tidak.. tidak apa” wajahnya mulai merona lagi. Omo.. lucu sekali.
“kita disini saja.. jadi, duduklah kembali..” aku tanpa sengaja tersenyum.
“ba-baik..”
“jadi, ceritakan tentang dirimu”
“m—mwo? Diriku? Tidak ada yang istimewa dariku.. aku hanya seorang anak kuliah jurusan arsitektur..
“ne.. apa kau mempunyai kucing putih bermata biru?”
“o—oppa tau darimana?” wajahnya terkejut. Hehehe. Kucing itu pasti Hyuri. Kucing yang nakal. Tapi dia sudah tiada dua tahun yang lalu.. mungkin karena sudah waktunya. Itu saat-saat yang menyedihkan sekali baginya, dan padahal aku juga sudah bisa berteman dengan Hyuri..
“ne.. aku ini bisa mengetahui apa saja.. termasuk yeoja cantik didepanku” ups. Aku kelewatan.
“ahaha.. tidak oppa.. aku tidak secantik itu.. Minhyo unni lebih cantik dariku..” dia tersenyum kecil. Ah, senyumnya.. aku memang ingin melihat senyumnya.. tapi bukan senyum ini.
“tidak, menurutku kau lebih cantik dari unnimu itu.. dan bahkan dari semua yeoja yang pernah aku temui. Kau manis” aku tidak bisa menahan kata-kata ini yang meluncur begitu saja. Mungkin kalau begini terus dia malah akan meninggalkanku. Tidak. Aku harus menahan diri untuk tidak mengatakan semua tentang dirinya yang aku tahu. Anggap saja ini pertemuan pertama! Pertama!
“te—terima kasih..” dia tersenyum canggung. Berikan aku senyuman yang lain Rin.. senyuman indahmu..
“KYUHYUN!!” suara itu.. Rin?
“tenang nyonya, dia sudah melewati masa kritisnya..” kenapa? Ada apa? Suara siapa ini dikepalaku? Itu pasti teriakannya. Dan siapa yang seorang lagi?
just once..
“Kyuhyun?” seorang yeoja berada didepanku. Melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajahku. Dia bukan Rin. Dia.. dia.. Victoria.
“kau? Apa yang kau lakukan disini?”
“apa yang kulakukan disini? Kau tadi mengajakku pergi setelah pulang sekolah. Apa maksud dari wajahmu itu? Kau tiba-tiba melupakan pacarmu ini ha?” pa—pacarku? Ini dimana? Dan kapan? Kenapa aku memakai baju seragam? Dimana Rin? Tadi dia sedang tertawa bersamaku.
“ng.. kita kelas berapa?”
“dua, dua SMA. Kau kenapa? Tiba-tiba melupakan semuanya ha? Kau terkejut karena wajah cantikku setiap hari ini?” cantik? Cantik darimana! Istriku lebih cantik darimu!
“ne..”
“kau tadi mau membicarakan apa?” dia terlihat berseri-seri. Hentikan memperlihatkan wajah genitmu itu. Dan aku memangnya mau membicarakan apa? Sebentar, sepertinya aku ingat sesuatu. Hari ini kalau tidak salah aku hendak mengajaknya ke ammusement park. Dan kalau tidak salah seminggu dari hari ini aku memutuskannya dan bersumpah tidak akan pernah berpacaran lagi karena aku melihatnya pergi bersama lelaki lain.. kalau tidak salah namanya.. ng..
“kau kenal anak pindahan dari Thailand bernama Nickhun? anak kelas 2-5?”
“Ni—Nickhun? Ng.. ng.. yah.. iya..” kenapa kau panik, Vic? jadi kau sudah jalan dengannya? Ha. Ternyata kau sudah pergi dengannya bahkan sebelum aku melihatnya sendiri. Kau benar-benar..
“kalau begitu, kita putus. Sekarang juga.” Aku langsung pergi meninggalkannya yang sekarang sedang terpaku ditempatnya berdiri. Dia meneriakkan namaku. Tapi aku tidak peduli.
“Seoul Academy International School.. kalau tidak salah itu nama sekolahnya aku pergi berlari masuk ke mobilku. Aku melihat wanita itu berlari kearah mobilku dan masih tetap meneriaki namaku. Terserah dia mau apa. Aku tidak peduli dengannya. Dia yang mengkhianatiku. Jangan salahkan aku.
Aku menginjak pedal gas dalam-dalam. Dan pergi meninggalkannya. Aku akan menuju sekolahnya, sekolah Rin. Aku akan bertemu dengannya. Aku harus melihatnya. Kalau aku kelas dua, berarti dia kelas satu. Junior. Aku tersenyum. Aku akan melihatnya dengan balutan baju anak SMA. Pasti dia terlihat sangat manis.

Aku sudah berada di sini. Seoul Academy International School, dan sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa. Mana mungkin aku tiba-tiba masuk dan menembaknya. Dia bahkan belum kenal denganku. Aku berkenalan, dikenalkan lebih tepatnya, oleh Donghae hyung saat kuliah dan di café waktu itu, ah, itu memoriku yang tadi. Dan sekarang aku nekat ke sekolahnya, dan dengan pikiran ini mencoba masuk kesana dan menjadikan dirinya pacarku. Sebenarnya apa yang salah denganku. Aku terlalu mencintainya. Dan itu terasa benar. Mencintainya itu memang benar.
Sekolahnya baru selesai. Mungkin karena international school, jadi pulangnya sore.. ah, itu dia, masih dengan rambut hitam panjangnya.. dan.. segerombolan laki-laki dibelakangnya. A—apa ini?? Kenapa dia diikuti begitu banyak laki-laki? Jadi dia sudah terkenal sejak SMA? Hebat. Aku merasa beruntung memenangkan hatinya. Mungkin aku harus keluar sekarang. Kalau aku disini terus, bisa-bisa dia dimenangkan oleh laki-laki lain di depan mataku. Akhirnya aku memberanikan diri keluar dari mobil Hyundai Santa Fe hitamku dan berjalan menuju gerbang sekolahnya.
Dia terlihat berjalan dengan cepat, hampir seperti berlari. Sepertinya dia tidak suka bila dikerumuni seperti itu. Seingatku dia sudah berteman dengan Minhyo dan Sungbi sejak SMA.. tapi dimana mereka?
“Rin! ayo cepat!” terdengar suara teriakan dari seberang jalan, ada mobil Ferrari berwarna biru dan BMW Gina berhenti dengan jendela terbuka. Itu mobil Minhyo dan Sungbi. Mereka sudah membawa mobil sejak kelas satu SMA? Keren sekali.
“unni tunggu aku!” dia berlari kearahku dengan tergesa-gesa sambil membawa kunci mobilnya. Mungil sekali ternyata dia. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang.
BRUKK
“m—mianhae! Mianhae!” dia menabrakku, aku hampir memeluknya. Hampir saja.
“ne, tidak apa” aku memberikan senyumku. Semoga dia membalasnya.
“maaf, aku terburu-buru, Valentine’s Day ini benar-benar bisa membunuhku! Maaf sekali lagi karena menabrakmu!” dia tidak tersenyum padaku, dia berlari kencang menuju mobilnya yang terparkir sedikit jauh. Kenapa parkir begitu jauh? Ah, mungkin karena masih kelas satu, atau karena tidak ingin mobilnya dikerubungi para laki-laki ganas ini? Hahaha.. masa SMAmu ternyata susah sekali ya sayang.
“jadi, hari ini Valentine’s Day pantas saja.. ah, mungkin aku bisa memberinya sesuatu.. ng? Kunci?” ini kuncinya. Kunci mobilnya. Ini kesempatanku untuk berbicara padanya.

“hey, yeoja! Ini kuncimu terjatuh!”
“ah! Pantas saja! Terima kasih! Eng, kau yang tadi tidak sengaja aku tabrak ya? Terima kasih, maaf dan terima kasih” dia membungkuk berkali-kali.
“boleh aku tahu namamu?” aku tau namamu Park Ririn, tapi ini adalah cara memulai perkenalan yang alami bukan?
“Park Ririn, dan ng.. kamu? Aku tidak pernah melihat namja sepertimu di sekolahku”
“Cho Kyuhyun, dari SMA Negeri biasa, aku tidak sekolah disini”
“ah, pantas saja.. terima kasih sudah mengembalikan kunci mobilku.. aku harus buru-buru pergi dari sini, Kyuhyun.. oppa!” ternyata daritadi dia berusaha melirik badge kelasku. Lucu sekali. Dia sedikit berjinjit saat mencoba melihatnya.
“ne, hati-hati dijalan.. jangan ngebut-ngebut” dia terdiam begitu mendengar perkataanku.
“apa kita pernah bertemu?”
“hm.. seingatku tidak,” pernah. Pernah dan bahkan selalu bertemu di pagi hari setiap kau bangun tidur dengan wajah manismu. “apa kau merasa mengenalku? Aku senang sekali kau merasa mengenalku” aku tersenyum kembali, ayolah, balas senyumanku.
“hahahah.. oppa kau berlebihan.. senang bisa berkenalan denganmu oppa, semoga kita bisa bertemu lain kali” dia membalas senyumku. Senyumnya sangat manis. Tapi ini bukan senyum yang biasa ia berikan padaku. “dah oppa, kamsahabnida!” mobilnya melaju kencang meninggalkanku dan mengikuti kedua mobil biru temannya lalu menghilang di belokan pertama.
“ne.. entah kenapa aku merindukan senyumannya.. Rin-ah..”
“unni, kau harus makan! Kalau kau tidak memakan makananmu, kau tidak akan bisa berada disampingnya!”
“aku tidak nafsu Bi.. semua ini membuatku ingin mati saja.. aku merindukan tawanya..”
“Kyuhyun oppa sudah berusaha menyelamatkanmu! Kau tidak boleh menyia-nyiakannya!”
Suara-suara itu lagi.. Rin-ah.. kau tidak tahu betapa aku merindukan dirimu..
“unni, jangan menangis lagi.. Kyuhyun oppa pasti akan bangun..”
Rin.. jangan menangis.. tersenyumah..
just one single smile..
“tuan, ini bunganya” eh? Bunga? Buat apa?
“ah? Ng.. ini buat apa?” aku memperhatikan bunga ungu yang sekarang sedang diberikan oleh seorang namja.. sepertinya dia penjaga toko bunga.
“buat apa? Anda tadi mengatakan bahwa anda akan menembak seorang yeoja dengan bunga ini” aku akhirnya mengambil bunga itu, dan sebuah uang kembalian bersamanya. “wajah anda sangat cerah tadi.. tapi sekarang tampak bingung sekali? Apa anda kehilangan yeoja anda diantara banyak kerumunan orang diseberang sana?”
“ye—yeoja?” siapa? Vic itu lagi? Aku melihat bunga ungu itu lagi dan tersadar. “Ah, Ini Lilac ya?” aku memperhatikan satu buket bunga ungu ditanganku, mencoba mengingat sesuatu. Aku tau hal ini! Ini hal nekat pertama yang aku lakukan padanya. Menembaknya di tengah kerumunan orang. “n—ne, dimana yeoja itu sekarang?”
“dia masih berada diseberang sana” aku langsung mencarinya. Dia memang sedang berdiri diseberang sana, dibawah lampu penyeberangan jalan. Dia sangat cantik dengan baju one piece dressnya yang berwarna putih dan rambutnya yang terikat acak ke belakang. Seperti malaikat yang turun ke bumi. Tidak. Lebih cantik. Dia melambaikan tangannya saat melihatku memperhatikannya.
“terima kasih pak!” aku langsung berlari ke bawah lampu penyeberangan yang berada tepat didepan toko bunga itu. Lama sekali lampu ini. Masih 30 detik lagi. Baiklah, aku akan mengulang kenekatanku ini. Aku akan menembaknya sekali lagi! Oh! Ini menyenangkan! “Rin-ah!!” aku berteiak dengan kencang. Semua orang melihat kearahku.
“ne, Kyuhyun-oppa!” dia melambaikan tangannya sambil tersenyum. Teriakannya sangat lucu.
Baiklah. Aku akan memulainya! Pasti wajahnya sangat terkejut! Dan bisa kupastikan, dia akan merah padam.
“PARK RIRIN!! NAE YEOJA CHINGUGADOEEO JULLAE? (would you be my girlfriend?)
M—MWO??” hehe, wajahnya lucu sekali!
NAE YEOJA CHINGUGADOEEO JULLAE?” aku mengulanginya sekali lagi. Makin banyak orang yang memperhatikan kami.
N—NE..
MWO? NAN DANGSIN-EGE MYEONGHWAGHAGEDEUL-EUL SUEOBS-EO! (what? I can’t hear you clearly!)
N—NE GEULEOL GEYO! (yes I will!)
DANGSIN-IDOEBNIKKA?? (you will??)
Y—YE!
Ya ampun! Padahal aku sudah menjadi suaminya! Tapi perasaan senang saat dia menerimaku benar-benar membuatku tetap melayang ke angkasa! Ah! Sudah hijau! Dan dia masih terdiam disana. Aku akan memeluknya dengan erat!
“Rin-ah!”
“KYAA!!” dia menjerit malu. Tentu saja, aku sedang mengangkatnya sekarang. Ditengah-tengah kerumunan orang yang berlalu-lalang. Dia sungguh ringan. Dan cantik. Dan manis. Dan sangat cantik.
“untukmu” aku tersenyum dan memberikan bunga Lilac ungu itu padanya. Dia terperangah. Aku menyukainya.
“Lilac!” aku menurunkannya dari pelukanku. Dan dia memeluk erat bunga itu. “gomawo.. Kyuhyun-oppa,,”
“Kyuhyun, just Kyuhyun.. or Kyu” aku membelai pipinya. Halus. Dan sekarang makin memerah.
“g—gomawo.. Kyu..” dia berjinjit, dan lalu mengecup pipiku lembut. Tuhan, aku siap dipanggil olehmu kapan saja.
“Ririn-ah,” aku memeluknya sekali lagi, dan dia membalas pelukanku. Aku mendengar tepukan tangan, dan begitu melihat sekitar, ternyata ada beberapa orang yang memang sedang bertepuk tangan kearah kami. Ini benar-benar membuatku bahagia. Sekarang aku ingin sesuatu darimu, Rin “Ririn-ah.. tersenyumlah untukku”
Thank you..
“mwo? Tersenyum?”
“ne, tersenyumlah untukku..”
“aku malu, diperhatikan sama banyak orang begini..”
“tenang saja, anggap hanya tinggal kita berdua disini..”
“aku lebih malu lagi” dia menundukkan kepalanya. Sepertinya ingin menyembunyikan wajahnya yang sudah sangat merah.
“kalau begitu, kau ingin aku pergi dari sini?”
“tidak! Tidak.. aku senang sekali kau berada disini.. dan sudah memintaku menjadi pacarmu.. kalau kau memintaku untuk tersenyum, aku akan melakukannya untukmu, dan hanya untukmu.” Dia benar-benar serius mengatakannya. Matanya yang lembut itu menampakkan keseriusan yang dalam. Aku mencintaimu. Benar-benar mencintaimu Rin.
“ne.. aku juga sangat senang.. aku ingin kau menjadi Nyonya Cho ku..”
“nyo—Nyonya Cho?? Itu masih lama sekali” dia memerah kembali.
“ne, kita menikah tanggal 1 Desember..” 2 tahun yang akan datang dari saat ini..
“kau sudah merencanakannya? Padahal kita baru jadian hari ini..” dia menyentuh pipiku.
“ng.. iya” tapi kita benar-benar menikah pada tanggal itu Rin.. “ne, sekarang, mana senyummu?”
“siapkan dirimu” dan dia benar. aku seharusnya menyiapkan diriku untuk serangan dahsyat ini. Senyumnya itu tepat menghujam jantungku. Ini senyum yang aku inginkan.. senyum bahagia.. senyum yang penuh dengan cinta dan ketulusan..
 “Rin..” aku memeluknya erat kembali. Aku benar-benar ingin memelukmu, dan mencium bibir lembutmu kembali. Rin-ah.. aku ingin melihatmu lagi..
Thank you very much for your smile..
“Kyuhyun!” suaranya terdengar kembali..
“Rin..” aku mencoba membuka mata. Apa lagi memori yang akan menghampiriku? Aku akan siap untuk membuatnya tersenyum kembali..
“Kyu.. Kyuhyunnie.. hun.. sayangku..” aku melihat wajahnya kembali.. ada air mata yang menggenangi kedua matanya. Kenapa dia menangis?
“kau.. tidak apa..?” aku berusaha menggerakkan tubuhku, tapi tidak bisa. Badanku terasa sakit semua. Ini dimana? Rumah sakit?
aku.. aku baik-baik saja..” ini dia, dia.. dia.. istriku. Dia yang sudah menjadi istriku.. yang sudah mengandung anakku. Istriku yang paling kucintai.
syukurlah.. bagaimana dengannya..?” aku tersenyum lega. Semua memori itu telah berakhir. Apakah ini tandanya aku hidup kembali? Terima kasih tuhan.. aku benar-benar berterima kasih padamu..
dia tidak apa..” oh, Rin, jangan menangis lagi.. tersenyumlah..
apa yang kau tangiskan? Semua baik-baik saja.. jangan menangis.. kau tidak cantik saat menangis..” aku ingin menyentuhnya.
“aku.. aku menangis karena akhirnya kau bangun..,” aku berusaha sekuat tenaga menyentuh pipi lembut itu, dan dia meraih tanganku. Tangan ini.. benar-benar menenangkanku.. “sudah tiga hari.. dan aku sudah merasa hampa tanpamu..”
“tiga hari? Lama sekali ya.. itu pengalaman kematianku yang kedua..,” aku menocba menghapus air mata itu “aku bahagia bila harus mati karenamu..” aku memang sangat bahagia kalau harus mati karena menyelamatkanmu Rin..
“ja—“ aku menyentuh bibirnya yang lembut itu, menghentikannya berbicara.
“tapi aku lebih bahagia karena bisa bersamamu lagi..,” dia terdiam, wajahnya memerah.. dan tersenyum.. senyum bahagia. “aku ingin menciummu.. tapi sepertinya keadaan kita tidak memungkinkannya ya.. hahahah..”
“hahahah.. kalau begitu kita harus cepat sembuh dan keluar dari sini.. Hyuri pasti ingin kita cepat sembuh juga..” dia menyentuh perutnya pelan.
“Hyuri? Kau sudah memberinya nama? Perempuan ya?”
“ne.. Kyuni kalau laki-laki.. bagaimana menurutmu?”
“sangat indah..”
ne.. kau sebaiknya tidur lagi..” dia menunjukkan senyum menawannya.. manis sekali..
“kau yang harus tidur.. aku sudah tidur.. baru saja bangun, ‘kan?” aku menyunggingkan senyum evilku padanya. Dia tertawa kecil.
“baiklah.. aku akan tidur..” dia memejamkan mata indahnya yang berwarna cokelat itu. Aku mencoba menyanyikan lagu untuknya. Sebuah lagu pengantar tidur.
“jangan mengintip.. tidurlah..” aku tahu dia pasti belum bisa tidur.. dia selalu seperti itu kalau aku suruh tidur.
hehe.. ne.. goodnight.. hunaku membelai rambut hitamnya yang tersampir di bahunya. Rambutnya tidak sepanjang yang dulu saat SMA dan saat pertama kali aku berkenalan dengannya. Namun masih tetap hitam, bergelombang, acak-acakan, tapi halus.
goodnight dear..” aku memperhatikan dia yang akhirnya benar-benar memejamkan matanya. Dia terlihat sangat lelah.. dan dia sudah tertidur sekarang. Padahal tadi dia tidak ingin tidur. Ah, lucu sekali wajahnya.
Aku memperhatikannya yang tertidur manis disampingku. Hembusan nafasnya tenang dan konstan. Paras wajahnya yang manis dan cantik membuatku ingin terus membelainya. Rasa bahagia membuncah diwajahku ketika kulihat dia tersenyum dalam tidurnya. Aku pun ikut tersenyum.
“ne sayang.. terima kaih sudah berada disampingku..” aku menyampaikan ciumanku pada pipinya dengan bantuan tanganku. Ah, andai aku bisa menciumnya langsung..

Tidak terasa pagi sudah tiba. Aku semalaman memperhatikannya tidur disampingku. Mimik mukanya berubah-ubah setiap menit. Entah apa yang dia mimpikan, aku harap mimpinya menyenangkan. Aku melihat kearah datangnya cahaya yang menyinari lantai hingga membuatku sedikit silau. Cahaya matahari sudah mencoba masuk melalui celah gorden jendela. Jangan masuk dulu, jebal, aku masih ingin melihatnya.. melihat berbagai macam ekspresi wajahnya..
“KYUHYUN!!” aku terkejut dibuatnya. Teriakannya keras sekali.
“ne… pagi Rin.. kau berteriak keras sekali..” aku tertawa kecil melihat wajahnya yang kebingungan.
“tadi malam bukan mimpi? Kau sudah bangun? Benarkah?” dia mungkin masih tidak percaya aku sudah bangun, dia menepuk-nepuk wajahnya sendiri dengan keras. Aku ingin menghentikannya, tapi wajahnya terlalu lucu untuk dihentikan.
“ne.. aku sudah bangun.. dan tadi malam aku menyanyikan lagu tidur untukmu dan Hyuri-Kyuni..” aku tersenyum kembali.
“ah.. iya..” wajahnya memerah. Sangat. Sangat manis.
“karena kau sudah bangun.. aku akan tidur..” aku menguap lebar karena entah kenapa rasanya kantuk ini tiba-tiba menerjangku begitu saja. Lagipula, aku sudah sedikit puas melihatnya dengan berbagai macam ekspresi.. terutama senyumannya.
“kau belum tidur? Kenapa tidak tidur saat aku tidur juga?” dia menatapku dengan cemas.
“aku ingin melihat wajahmu dalam ketenangan..,” aku melihatnya tertegun sesaat. “sangat.. sangat.. cantik..” dan aku sudah tidak bisa menahan kantukku lagi. Aku langsung memejamkan mata dan tertidur.
“kau.. dasar..” suaranya terdengar sangat pelan. Aku hanya tertawa dalam benakku. Lalu akhirnya benar-benar tertidur.

“Kyuhyun, sudah siapkah kau?” tanya sebuah suara.
“si—siap?” aku membuka mataku. apa lagi ini? Bukankah aku sudah bangun dari masa kritisku? Seharusnya aku sudah tidak melihat memori-memori masa laluku!
“ini kotaknya, jaga baik-baik sampai waktunya kau untuk membukanya” ternyata suara itu milik Jungsoo hyung. Dia memasukkan sebuah kotak berwarna merah kedalam bajuku, yang ternyata sebuah setelan jas putih, dan merapikannya.
“i—ini dimana hyung?” aku memperhatikan sekelilingku. Ini seperti ruang ganti backstage sewaktu dulu aku masih meniti karir sebagai penyanyi ballad solo.
“di ruang ganti pengantin pria tentu saja.. apa maksud pertanyaanmu itu..” Jungsoo hyung masih menepuk-nepukkan tangannya di jas putihku untuk membersihkannya.
“p—pe—pengan—t—tin?” aku tergagap sekarang. Sangat tergagap.
“ne, kau ini babo atau bagaimana.. ini hari pernikahanmu,” Jungsoo hyung menatapku tajam. “jangan bilang kau lupa.. atau jangan-jangan kau ingin membatalkannya” dia mengepalkan tangannya di depan mataku.
“ti—tidak hyung.. aku hanya kaget saja.. hehe” aku tersenyum canggung. Jadi.. jadi.. ini tanggal 1 Desember? Saat dimana aku menikah dengan wanita pujaanku? wanita yang paling aku cintai seumur hidupku? oh tuhan.. mengapa kejadian ini yang kau harus ulang.. aku bisa benar-benar mati bahagia karena hal ini.
“baiklah, ayo keluar, kau harus berada disana dan melihatnya keluar dari pintu besar, dan aku bertaruh kau tidak akan bisa mengingat perkataan yang harus kau sampaikan” Jungsoo hyung tiba-tiba menarikku keluar dari ruang ganti diikuti dengan tawanya yang khas. Di depan ruang ganti sudah ada hampir semua hyungku. Sungmin hyung, Jungwoon, Hyukjae, Donghae, Shindong, Ryeowook, dan Siwon hyung. Yang tidak ada hanya Heechul hyung, Hangeng, Youngwoon, dan Kibum hyung. Dadaku berdegup kencang. Aku masih mengingat pakaian yang dikenakannya. Gaun putih panjang, dan dengan rambut hitam yang digulung keatas dengan beberapa yang masih terurai acak-acakan.
“Kyuhyun, jaga dia yang benar” Hyukjae hyung tiba-tiba menepuk pundakku. Aku mengetahuinya, sebenarnya dia dulu adalah sahabat baik Rin sejak kecil, dan ternyata dia sudah mencintainya lebih dulu dan lebih lama daripada aku. Aku memang sedikit menyesali perbuatanku saat aku tahu dia mencintainya lebih dulu dan merebutnya begitu saja darinya. Tapi aku juga merasa beruntung karena aku lebih cepat mengambil langkah darinya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada hatiku juga bila dia direbut olehnya.
“ne hyung, aku pastikan itu.. aku akan selalu melindunginya” aku menampakkan senyumku. Tiba-tiba semua hyung mengantri dibelakang Hyukjae hyung dan menyampaikan kata-kata selamat mereka. Hei, aku bahkan belum mengenakan cincin di jari manisnya, kenapa kalian sudah menyelamatiku di depan ruang ganti begini.
“baiklah, ayo keluar, Our Groom” Sungmin hyung membuka pintu yang ternyata sedaritadi tertutupi oleh mereka, dan aku pun berjalan keluar dengan hati mantap.

Aku menunggu, menunggu, menunggu. Aku sudah tidak sabar menunggu kedatangannya. Dadaku masih saja berdegup kencang tidak keruan. Aku sudah pernah menghadapinya! Tapi jantung ini masih saja berdegup tiada henti!
Bride comes” pintu besar itu akhirnya terbuka. Aku tertegun melihat seorang malaikat putih berada didepan pintu. Dia benar-benar tidak bisa dilukiskan dan diungkapkan dengan kata-kata. Aku hampir tidak bisa melepaskan pandanganku darinya yang berjalan pelan tapi pasti. Dia memegang buket bunga putih dengan hiasan bunga kesukaannya, Lilac, dengan anggun. Aku terpesona.
“Kyu?” suara lembutnya mengejutkanku. Dia sudah berada didepanku dan menatapku dengan senyum kecilnya. Dia tertawa pelan, sangat pelan. Mungkin hanya aku saja yang mendengarnya.
“n—ne?”
“kau harus menjawabnya..” bisiknya pelan. Aku melihat Appaku yang menatapku, wajahnya seperti menunggu sesuatu dariku. Dan akhirnya aku tersadar, ini bukan kencan yang biasa kita lakukan, ini sebuah pernikahan sekali seumur hidup. Matilah aku. Aku tidak tahu tadi Appaku ini barusan mengatakan apa. Semua orang tertawa karena sikapku. Oh tidak, walau ini hanya sebuah private wedding, tapi ini memalukan.
“Kyuhyun! Jangan panik karena calon istrimu yang cantik itu!” teriak Jungsoo hyung sambil tertawa. Membuat semua orang juga ikut tertawa. Rin juga ikut tertawa. Aku makin tidak tahu harus melakukan apa.
“Kyu, tenanglah nak, Appa tau kau pasti gugup,” Appa menepuk punggungku dan tersenyum. “jawab pertanyaanku saja dari lubuk hatimu yang terdalam”
“n-ne Appa..” aku menelan ludah.
Cho Kyuhyun, will you be there in happy and even sad event in her life untill the rest of your life?” Appaku mengatakannya seolah-olah itu sangat mudah. Aku terdiam kembali.
“kyu” bisik Appaku.
yes, I will” aku menjawab dengan mantap dan pasti. Tidak ada sedikitpun getaran dalam suaraku. Aku benar-benar mencintainya. Aku tidak akan ragu untuk mengucap janji setia untuknya.
“Park Ririn, will you be there in happy and even sad event in his life untill the rest of your life?” Appa kini menatap Ririn dalam. Rin menoleh kearahku, tatapannya sangat lembut dan penuh kebahagiaan. Dia tersenyum.
yes, I will” hatiku mungkin akan meledak karena bunga-bunga yang tiba-tiba bermekaran didalamnya. Rasanya seperti pertama kali melakukan upacara pernikahan ini. Aku benar-benar bahagia mendengar tiga buah kata yang meluncur dari bibirnya yang terbalut warna softpink.
you can exchange the rings” aku mengeluarkan kotak merah yang diletakkan di jas putihku tadi oleh Jungsoo hyung. Aku memakaikan cincin emas putih yang aku pilih sendiri dan bertuliskan inisial kami didalamnya pada jari manis Rin yang mungil. Dia juga memakaikannya padaku. Aku mengecup tangannya pelan.
now you’re husband and wife” Appa menggenggam tangan kami berdua yang masih berpegangan tangan. Semua orang berdiri dan bertepuk tangan untuk kami. Aku melihat air mata Rin yang sudah dipelupuk mata.
you may kiss the bride..” aku tertegun. Begitu pula raut wajah yang diperlihatkan Rin.
“inilah saatnya Kyu.. janji kita” dia menghapus sebagian air matanya yang hampir mengalir.
“ne..” sejak aku berpacaran dengannya, aku tidak pernah sekalipun menicum bibirnya itu. Aku dan dia telah membuat janji, bahwa kita akan menunggu sampai hari pernikahan kami tiba kelak, untuk membuktikan seberapa besar cinta kami. Dan inilah saatnya. Inilah saatnya mematahkah janji itu.. menepati janji itu.. melakukan janji itu.. dan sekarang aku terdiam melihatnya yang tersenyum.
I allow you..” dia memejamkan matanya. Air matanya yang masih tersisa mengalir saat dia menutup kelopak matanya. Aku menyentuh pipinya dan menghapus air mata itu.
saranghae” aku mencium bibirnya. Lembut dan hangat, itu yang pertama kali aku rasakan saat itu. Dia memiliki bibir yang lembut dan sangat kecil. Walau ini bukan yang pertama bagiku dengannya, karena ini adalah sebuah memori.. Namun aku tidak ingin melepasnya.
Rin mencoba melepaskan ciuman ini, dan akhirnya aku melepaskannya dengan tidak rela. Dia terlihat terengah-engah. “Ah, mianhae Rin..” dia tersenyum dan terbatuk-batuk sesaat. Aku baru ingat kalau ini adalah ciuman pertamanya. aku memeluknya erat. Siulan dan tepuk tangan menyauti kami. Aku merasa sangat bahagia untuk yang kedua kalinya.
“Kyuhyun sudah bangun??” sebuah suara berat mengusikku dan suara itu menghilang kembali.
“kisseu! Kisseu again!” hyung-hyungku mulai menyorakiku kembali. Rin memerah. Wajahnya merah padam.
“Rin-ah! Selamat yaa!” Minhyo dan Sungbi terlihat berdiri dengan menggendong anak mereka. Aku ingin segera punya anak. Ah, aku sudah akan mempunyai anak memang.
“biarkan aku memelukmu lagi ne princess?” aku meminta izin kepadanya.
“aku istrimu sekarang..” dia tersenyum sangat manis. Aku memeluknya kembali.
ah itu dia! ikaaaann” suara ini berisik sekali.. aku tidak bisa konsentrasi memeluknya. Namun tiba-tiba sinar terang menyinariku. Silau. Aku memejamkan mata hingga sinar itu menghilang.

Aku berada di rumah sakit kembali.
“kalian ini.. selalu berisik.., aku mendesis pelan. Masih tidak rela memori itu terhenti. “biarkan aku tidur.. aku ingin memeluk putriku, setidaknya dalam mimpi..” aku melihat sekeliling dengan tatapan sinis, ada Sungmin hyung, Sungbi, Hansung—anak dari Sungmin hyung dan Sungbi, dan Istriku.
“KYU!!” Sungmin hyung berteriak sangat kencang. “kau bangun juga!”
“ne hyung.. tolong.. biarkan aku tidur sekarang..” aku menatapnya tajam. kau tidak tahu ‘kan hyung! Aku tadi sedang bermimpi menuju surgaku!
“baiklah-baiklah.. Kyu, kalau kau membutuhkan sesuatu, hyung ada disini!”
“ne.. ne.. selamat tidur..” aku memejamkan mataku kembali, berharap memori itu masih akan berlanjut.
“Kyu-yah! Kau sudah bangun??” suara khas Donghae hyung membuka mataku lagi. Aku menggeram.
“hyung, diamlah” teriakku.
“oh.. ne.. maaf,” Donghae hyung membungkam mulutnya sendiri, dan membungkuk dalam-dalam padaku. “Ririn, sebaiknya kau berada disampingnya.. dia jahat sekalii..” Donghae hyung memeluk Minhyo yang baru sajak masuk bersama anaknya, oh, Donghyo sudah besar. Pasti dia akan mirip sekali dengan Donghae hyung.
“ne.. hehe..” Rin berdiri dari sofanya dan berjalan sangat lemah. Dia hampir saja terjatuh dan Sungmin hyung membantunya. Aku ingin membantunya berjalan juga, tapi bahkan aku sendiri tidak bisa membangunkan tubuhku untuk duduk.
Dia sekarang sudah duduk ditempat kemarin ia duduk dan menggenggam tanganku. Aku memejamkan mataku untuk merasakan tangannya yang kecil itu. Dia membelai pipiku dan mencubit-cubit pipiku pelan. Kurasa dia mencari pipiku yang sudah tidak tembam lagi. Dia selalu memainkan pipiku setiap aku bangun pagi dan sesaat sebelum aku tertidur, dan dia mencarinya sekarang. Aku mengantuk kembali karena belaiannya.. aku akan tidur kembali.. kumohon jangan ada yang ribut.. biarkan aku memimpikan senyumannya.. untuk terakhir kalinya sebelum aku terlelap, aku membalas genggamannya. Hangat.

Tidak. Aku tidak memimpikan apapun kali ini. Aku membuka mata dan melihat Rin berada didekat jendela, merasakan hembusan angin sore. Rambutnya terterpa angin sore dan dia terlihat sangat senang. Dia menoleh kearahku dan terkejut karena aku yang sudah terbangun. Dia berjalan dengan perlahan seperti sedang berjalan diatas tali dan tiba disampingku. Mencubit-cubit pipiku lagi dan akhirnya berbicara padaku.
“sore hun, akhirnya bangun juga,” dia tersenyum. Senang sekali rasanya melihat dia tersenyum semanis itu. Aku menggenggam tanganya yang masih berada di pipiku. “aku akan memanggil dokter, tunggu sebentar ya”
“ne.. hati-hati” aku melepas genggaman tanganku, merelakannya pergi.
Tidak lama dokter datang bersama Rin dan memeriksaku. Aku hanya diam dan menuruti semua yang dokterku ini lakukan. Rin yang sedang duduk di kursi disebelah lain ranjangku hanya terkikik kecil.
“baiklah Kyuhyun-sshi, kondisimu sudah terlihat sangat baik sekali.. ku dengar anda sudah mulai bisa berteriak..” dokter tersenyum padaku dan membantuku menegakkan ranjangku hingga dudukku nyaman.
“ne dok.. terima kasih sudah memberitahukan kondisiku yang membaik..” aku hanya bisa tersenyum malu karena ketahuan berteriak olehnya. Siapa yang mengatakan padanya kalau aku berteriak tadi ha?
“baiklah, jangan lupa makan makanan yang sudah disiapkan oleh rumah sakit, dan minum obatmu.. jangan seperti Nyonya Cho yang baru mau makan setelah kau terbangun” dokter kini tersenyum kearah istriku, dan istriku itu sekarang yang tersenyum malu.
“aku akan makan kok dok, tidak seperti dirinya..” aku mencubit tangan Rin yang sedang memainkan jariku.
“mwo! Aku kan tidak makan karena mencemaskanmu” dia memanyunkan bibirnya. Hehehe. Lucu sekali.
“ne ne.. kau istriku yang sangat baik..” aku mengelus tangannya yang tadi kucubit.
“baiklah, istirahat yang banyak juga jangan lupa.. kalau begitu saya permisi dulu” dokter keluar dari ruangan tempat aku dan Rin dirawat, dan akhirnya meninggalkan kami berdua yang saling terdiam sangat lama.
Tiba-tiba dia berjalan mengitari ranjangku dan berhenti di sebelah kanan ranjangku, tempat tadi dokter berdiri. Dia duduk diranjangku menghadap kearah jendela. Sepertinya dia akan menangis lagi.
“ne Rin, kau menangis?”
“hm? Tidak.. aku hanya melihat warna langit yang ungu itu makin memudar menjadi hitam..” dia menjawab tanpa melihatku sedikitpun.
“aku tahu kau menangis,” aku meraih lengannya dan membalik badannya dengan paksa. “berhentilah menangis”
“hehe.. ketahuan..” dia menghapus air matanya yang ternyata sudah keluar cukup banyak.
“jangan menangis lagi, aku ingin kau tersenyum untukku..” aku memeluk pinggangnya yang kecil dengan tangan kananku. Dia selalu memaksa melepaskan pelukan tanganku bila sudah memeluknya di bagian pinggangnya itu, karena itu titik gelinya. Namun kali ini tidak, dia membiarkan tangan kananku tetap memeluk pinggangnya itu. Bahkan sekarang kedua tangannya menggenggam erat tanganku.
“ini tangis bahagia sayang.. kau sudah bangun dan kondisimu membaik.. tidak apa kan kalau aku menangis bahagia?” dia memasukkan jari-jarinya kedalam ruas-ruas jariku. Jarinya terasa pas sekali di tanganku yang besar ini. Aku tidak akan pernah rela membiarkan seorangpun menggandengnya seperti ini.
“ne.. tapi tersenyum saja lebih cantik” dia tertawa kecil sambil menghapus air matanya kembali dan akhirnya tersenyum.
“hehe.. oh iya, kau belum makan, makan dulu ya,” dia mengambil makanan yang sudah ada di meja sebelahku itu. Dan mulai menyendoknya. “ayo buka mulutmu”
“apa ada sayurnya?”
“tentu saja” dia tersenyum jahil dan mulai menyuapiku. Yah, baiklah.. untuk saat aku sakit saja aku mau memakannya.

-ccc-

“Yaa!! Hari ini aku keluar!” Aku berteriak kencang sekali. Sudah dua minggu sejak hari aku terbangun dari masa kritisku. Dan hari ini aku sudah akan pulang! Ya! Ini menyenangkan!
“Kyu-yah, kau berisik sekali haa..” Rin yang terbangun dari tidur manisnya langsung memukul lenganku pelan. Hehehe. Sebenarnya baru dua hari yang lalu dokter akhirnya mengizinkanku untuk bisa pulang.
Dua hari sebelumnya, aku dan Rin juga sudah saling berbicara dan mengetahui siapa orang yang mencelakai Rin. Dia adalah Victoria. Victoria Song. Mantanku dulu saat SMA. Wanita itu memang sebenarnya sangat menyebalkan, sok kegenitan, dan sukanya ikut campur masalah orang lain. Apalagi dia paling jago balas dendam dengan kejam. Aku juga tidak tahu kenapa dulu aku bisa berpacaran dengannya. Dulu saat aku masih bersamanya saat SMA, ada perempuan, adik kelas satu, yang menembakku. Mungkin anak itu tidak tahu aku sudah berpacaran dengannya. Dan besoknya, anak itu tidak pernah terlihat lagi, katanya dia kecelakaan dan harus dirawat dirumah sakit cukup lama, hingga memutuskan untuk pindah sekolah. Menurut rumor-rumor sekolah, Victoria yang mencelakainya. Wanita yang mengerikan.
 “hari ini aku boleh pulang Rin! kau tidak senang haa?” aku memanyunkan bibirku, dan dia langsung terbangun.
“nee.. tapi aku baru tidur jam 2.. kau pun jugaa..” yah, memang.. aku dan Rin sampai tadi malam, pagi sih, mencari info tentang rekaman CCTV dan kalau bisa yang dapat menolong kami mendapatkan rekaman CCTV lampu penyeberangan di jalan itu saat kejadian itu berlangsung. Aku memang melihatnya mendorong istriku ini. Namun bukti penglihatanku itu tidak bisa menguatkannya untuk mengakui perbuatannya sendiri. Maka dari itu kami membutuhkan bukti yang benar-benar bisa memojokkannya dan kalau bisa sampai dapat menangkapnya dan memenjarainya. Dan kabar bagusnya, kami mendapatkan rekaman itu dari temanku yang berprofesi sebagai polisi. Aku bisa saja menangkapnya dan langsung membuatnya masuk penjara. Amarahku memang tidak bisa dikontrol lagi kalau sudah menyangkut cintaku ini. Karena tidak ada yang boleh mencelakainya.
“pokoknya hari ini aku pulaang” aku bergerak-gerak senang di ranjangku.
“pagiiiiiii” akhirnya Sungmin hyung datang!
“Hyung!” aku bertepuk tangan riang. Sungmin hyung selalu datang hampir setiap hari, dan hari ini dia akan membantuku pulang ke rumahku tercinta.
“hari ini kau pulang~” Sungmin hyung ikut bertepuk tangan bersamaku. Pagi ini benar-benar menyenangkan.
“kalian..” Rin bangkit dari kursinya dan berjalan gontai menuju sofa. Sepertinya kami terlalu berisik, tapi hari ini aku pulang, tidak apa kan aku berisik. Hehehe. Oh, dan dia sudah bisa berjalan, sudah bisa berlari juga. Dia selalu berada disampingku dan membantuku. Kemarin dia juga ikut berisik bersamaku, Sungmin hyung, dan Donghae hyung. Namun hari ini dia tidak ikut mungkin karena memang kecapekan menelpon banyak orang  kemarin.
“tapi aku belum bisa berjalan hyung, aku pakai wheelchair beneran ya?”
“ne! dengan begitu Ririn akan terus berada disampingmu!”
“oh! Iya juga!”
“kalau kau di wheelchair terus, kau tidak akan bisa memelukku” Rin yang kukira sedang tertidur tiba-tiba bersuara.
“mwo?? Kalau begitu aku harus bisa cepat berjalan!” aku kaget dengan perkatannya. Dan itu benar! aku tidak akan bisa memeluknya kalau di wheelchair terus!
oh! warnanya biruu!” aku yang melihat dokter dan suster yang masuk membawa wheelchair berwarna biru teriak kegirangan.
“Kyuhyun-sshi, selamat, kau sudah boleh pulang hari ini,” dokter menjabat tanganku tegas. “tapi jangan lupa, kau juga ada intensif belajar berjalan mulai minggu depan”
“ne dokter, aku pasti akan datang terus! Aku ingin cepat berdiri dan berjalan lagi”
“itu semangat yang bagus, kau pasti bisa pulih lebih cepat” dokter tersenyum padaku.
“aku pulaaang! Hyung, bantu aku ke wheelchair biru ituu”
“ne nee..” Sungmin hyung membantuku duduk di kursi roda berwarna biru itu.
“hati-hati dijalan pulang” dokter tersenyum kembali dan keluar bersama suster.
“terima kasih dok!” seruku girang.
“Riiin!” ah, itu pasti Minhyo.
“Rin! Kyuhyun oppa! Selamat keluar dari rumah sakiit!” Minhyo yang berlari masuk langsung mengguncangkan-guncangkan tubuh istriku.
“unni.. hentikan.. pusing tahu.. mana Donghae oppa? Dan Donghyo kecil?” ah ya, mana mereka?
“Donghae sedang mengurus Donghyo dirumah.. hehe.. mana Sungbi?” Minhyo menggaruk tengkuknya.
“Sungbi masih dirumah, nanti dia langsung ke rumah Ririn” Sungmin hyung yang berada dibelakangku langsung menjawab pertanyaan Minhyo.
“kalau begitu pas, Donghae tadi memang langsung aku suruh ke rumah Rin juga! Rin, kau satu mobil denganku, dan Kyuhyun oppa dengan Sungmin oppa saja.” Minhyo tiba-tiba menggandeng tangan istriku.
“tidaaak.. aku tidak mau berpisah dengannya” aku memeluk pinggang istriku yang kecil itu dan menyandarkan kepalaku pada perutnya.
“ah, Cuma sebentar, Kyuhyun oppa manja sekali”
“tidak apa kan? Dia istrikuu” aku makin memeluk pinggang Rin erat.
“kalau begitu, dia akan menyetir mobil Sungmin oppa, kau mau?”
“tidak! Tidak boleh! Uh.. Baiklaah.. dia bersamamu Minhyo” aku akhirnya melepaskan pelukanku. Aku tidak mau istriku menyetir untukku. Apalagi dalam keadaan hamil seperti itu.
“hahaha! Aku menang! Akhirnya!” Minhyo tertawa puas. Aku hanya berdecak sebal. Kali ini saja kau menang dariku, selanjutnya tidak akan. Batinku sambil saling bertatapan sinis dengan Minhyo.
Akhirnya permintaanku yang terakhir dimenangkan olehku, kursi rodaku didorong oleh Rin. hahaha. Kurasa aku berat, tapi tidak apalah, kan ada rodanya, kekeke. Sesampainya di parkiran, Sungmin hyung membantuku masuk ke dalam mobilnya, dan aku berpisah dengan Rin. Setidaknya kami pasti akan bertemu lagi di rumah.

-ccc-

“Selamat Datang Kembali, Kyuhyun dan Ririn!” semua teman-temanku dan Rin serempak meneriakkannya, termasuk Umma dan Appa kami, merekalah yang telah menyiapkannya untuk kami. Aku langsung berkumpul dengan hyung-hyungku dan bersorak gembira. Rasanya menyenangkan sekali bisa keluar dari rumah sakit dan heboh kembali dengan para hyungku ini. Namun aku ingin cepat bisa berjalan dan berdiri disamping mereka lagi, tidak memakai kursi roda seperti ini.. ini membuatku terasa pendek. aku akhirnya baru benar-benar menyadari, ternyata begini ya rasanya jadi orang pendek. kekeke.
Tidak terasa hari sudah sore, Umma dan Appa kami yang daritadi berbincang-bincang tiba-tiba berjalan kearah kami berdua secara serempak. Apa yang mereka inginkan?
“Kyu, sudah sore, sebaiknya kau istirahat” Appaku memulai pembicaraan.
“tapi Appa..”
“kau harus istirahat nak, kau baru keluar dari rumah sakit..” Umma menepuk pundakku.
“uh.. Rin?” aku melihat kearah Rin disebelahku, ternyata dia juga sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. Sepertinya topiknya sama.
“Kyu, Appa dan Ummaku meminta kita istirahat..” Rin menghampiriku dengan raut muka sedih.
“ne, benarkan.. kami ingin kalian cepat sehat, agar kalian bisa bebas melakukan apa saja nanti..” Appaku menambahkan.
“tapi bagaimana mengatakannya?”
“serahkan pada noonamu, Ahra!” Umma memanggil Ahra noona yang sedang berbincang dengan Minhyo dan Sungbi.
“iya umma?” Ahra noona menghampiri kami dengan sedikit berlari.
“mereka harus istirahat, jadi tolong beritahukan pada mereka semua ya” Ummaku dan Umma Rin berbicara serempak, dan Ahra noona mengangguk.
Ahra noona mengetuk gelas kacanya dengan sendok kecil, mungkin agar semua orang bisa memperhatikannya. Baiklah, ayo semua harus pulang sekarang.. mereka harus beristirahat” dia memberitahukan pada mereka semua dengan bahasa yang sopan. Semua teman kami itu akhirnya menyetujuinya, dan berbaris menyalami kami untuk mendoakan kesembuhanku dan kesehatan anak kami. Pundakku malah jadi sakit karena hyung-hyungku ini memberi semangat dengan memukul pundakku. Mereka ini sudah lupa apa kalau aku lagi sakit, ha.
Akhirnya semua pulang. Umma dan Appa juga baru saja pulang. Mereka tetap mengingatkan kami agar cepat istirahat dan jangan tidur terlalu malam. Ahra unni juga menjabat tangan Rin sangat lama. Aku tidak tahu mereka berbicara apa, sepertinya serius, tapi mereka tertawa? Hng, aneh.
“Rin-ah, kami juga pulang. Cepat istirahat ya.” Minhyo datang dan langsung menepuk pundak Rin.
“Kyu, kau juga langsung tidur, jangan bercanda terus dengan istrimu yang cantik ini” Donghae hyung memberiku saran yang pastinya tidak akan kujalani dengan baik.
“nee.. terserah aku dong” aku tertawa terbahak-bahak mendengar saran Donghae hyung.
“aku tetap disini boleh ya?” Sungmin hyung mengejutkanku, sejak kapan dia dibelakangku?
“tidaak.. tidak boleh.. kita pulang” Sungbi menarik lengan Sungmin hyung paksa. Aku juga tidak mau kau tetap disini hyung, maafkan aku. Aku mau bersama istriku malam ini.
“ah, pelit, Kyu, hwaiting!”
“ne hyung! Hwaiting!” aku tau maksud hwaitingmu hyung! Aku akan melakukannya! Kalau tidak ketiduran..
“dah unni, kami pulang, Hansung, ayo ucapkan sampai jumpa juga” Sungbi membiarkan Hansung berlari kearah istriku. Aku jadi ingin punya anak yang lincah.
“Komo, aku mau adik perempuan” aku hampir kelepasan tertawa.
“aku juga Komoo” baiklah, aku tidak bisa menahan tawaku. Mereka terlalu polos.
Mereka benar-benar masih anak kecil. Mereka berdebat soal anak kami nanti, tapi mereka berharap yang akan lahir adalah perempuan. Sebenarnya aku juga ingin perempuan yang duluan. Entah kenapa. Mereka berdua akhirnya kembali ke orang tua mereka yang sduah berada di pintu depan. Aku dan Rin melambaikan tangan pada mereka dan mereka membalasnya lalu akhirnya pergi pulang. Bunyi suara mesin mobil menyala dan sedetik kemudian mobil-mobil itu sudah pergi dari tempatnya parkir. Mereka memang sukanya ngebut.
“Rin,” aku menghentikan Rin yang hendak menutup pintu. “kau sudah mendapatkannya?”
“ne.. sudah” sepertinya dia berharap sesuatu. Tapi aku ingin melihat rekaman itu dulu.
“ayo kita pastikan..” pintaku.
“baiklah, sebentar aku kunci pintu dulu” dia berlari kearah pintu dan berhenti. Apa yang dia lihat? Cepatlah sayang.
“ne sayang, cepatlah” aku sudah tidak sabar ingin melihatnya, memastikannya sendiri.
“baik baik..”

Akhirnya kami melihatnya kembali. Rekaman itu. Kejadian itu. Baru saja rekaman itu dimulai, Rin sudah mengeluarkan air matanya setetes demi setetes. Sepertinya dia teringat kembali kejadian itu dengan sudut pandangnya sendiri. Aku tidak tahan melihatnya menangis. Aku mendekapnya erat dalam pelukanku. Tidak membiarkannya melihat rekaman itu lagi. Cukup aku saja yang melihatnya. Dia tidak usah merasakan penderitaan itu lagi. Walaupun sebenarnya aku juga sudah tidak kuat melihat kejadian itu, kejadian yang mencelakai istriku.. namun aku tetap tidak akan melepaskannya. Aku akan memeluknya sampai kapanpun hingga dia tenang kembali.
“itu dia. Itu memang dia.” Aku melihatnya dengan jelas. Wanita itu.
“itu benar-benar dia?” dia langsung terpaku begitu melihat rekaman itu. Air matanya mulai membasahi pipinya lagi.
“jangan dilihat..” aku langsung menutup matanya. Aku tidak tahan melihatnya terpaku seperti itu. Jangan dilihat rin..
“bisa kita sudahi saja?” suaranya terdengar sangat parau.
“ne.. aku akan mematikannya,” aku langsung mematikannya dengan remote yang daritadi berada padaku. “sudah, berhentilah menangis..” aku mengusap rambutnya pelan dan mencium keningnya.
“ng.. sudah malam.. sebaiknya kita cepat tidur..” akhirnya dia berhenti menangis dan membantuku duduk di kursi rodaku lagi. Dia mendorong kursi roda ini ke kamar. Aku rasa dorongannya memang sangat pelan..
“apa aku berat?” aku akhirnya bertanya dengan senyuman mengembang.
“iya, kau sangat berat” dia menjulurkan lidahnya padaku.
“heheheh~”
Aku mencoba naik ke kasur sendiri. Ini sebagai latihan rutin nanti. Agar aku bisa cepat mengembalikan kekuatan kakiku lagi. Aku hanya menyuruh Rin untuk menyemangatiku. Aku tidak mau merepotkannya terus. Aku ini suami yang baik. Hahaha.
“cepat cepaat” aku ingin cepat-cepat memeluknya lagi.
“ne nee..” aku langsung menariknya dalam pelukanku begitu dia naik ke kasur. Aku benar-benar rindu memeluk tubuhnya yang kecil itu. Benar-benar tubuh yang kecil, tapi bisa memberikan kenyamanan yang luar biasa. Ah.. terlalu nyaman.. aku tidak bisa menahannya.. aku ngantuk.. “annyeonghi jumuseyo sayang..” kataku sangat pelan, mungkin dia tidak mendengar. Dan aku pun tertidur pulas.

-ccc-

Sesuatu bergerak-gerak disebelahku. Aku seperti kehilangan sesuatu. Jangan pergi. Rin..

Aku membuka mataku dan melihat Rin yang hendak beranjak dari kasur. Mau kemana Rin? aku harus menahannya. Aku ingin melihat senyumanmu dulu pagi ini..
“annyeong..” aku menahan tangannya dan tersernyum.
“ne.. annyeong..” dia tidak jadi beranjak dari kasur, dan membalas senyumanku.
“aku lapar..”
“ini aku baru mau membuatnya..” dia mengelus rambutku lembut.
“aku mau pancake cokelat..” aku benar-benar merindukan pancake cokelatnya.
“ne, baiklah, aku tambahkan es krim cokelat juga diatasnya”
“hore! Ayo cepat bikinkan” jarang sekali dia mau memberikan es krim cokelatnya! Ini sebuah keajaiban! Aku menginginkannya!
“ne ne.. dasar anak kecil” aku tertawa penuh kebahagiaan begitu dia keluar kamar. Es krim cokelat! Yeah!
“baiklah, ayo kita menuju dapur, kakiku” aku mencoba duduk di kursi rodaku sendiri dan berhasil. Hahahahaha. Aku memang cepat belajar. “aku akan mengejutkannya” Aku tertawa evil, sudah lama sekali tidak tertawa seperti ini.
Aku tiba di ruang makan yang hanya dibatasi oleh dinding pendek dengan dapur. Aku mencoba duduk di kursi yang biasa kupakai dan melihat rumahku yang tidak terlalu besar ini. Rumah kami warnanya masih putih, karena kami bingung mau diberi warna apa. Mungkin dengan adanya orang ketiga dirumah ini nanti, aku akan merencanakan membangun lantai dua, dengan tangga spiral mungkin, agar tidak menghabiskan tempat. Aku kembali melihat kearah istriku yang masih berada di dapur. Aku bisa melihatnya yang membelakangiku. Biasanya aku akan mengejutkannya dengan memeluknya dari belakang, tapi karena kali ini tidak bisa, aku akan mengejutkannya dengan aku yang sudah duduk manis disini.
“oh, kau sudah disini!” Rin terlihat sangat terkejut dan kecewa bersamaan saat melihatku sudah duduk di kursi meja makan.
“kenapa? Tidak boleh?”
“padahal aku mau membawanya ke kamar, yasudah deh” dia menjulurkan lidahnya. Ah, iya juga, kenapa tidak terpikirkan di kepalaku sih.
“yasudah, aku kembali ke kamar saja”
“tidak usah, tidak usah.. disini saja” dia menahan tanganku dan menaruh sepiring pancake cokelat dengan tambahan es krim cokelat.
“suapi aku”
“heee.. kau harus berusaha sendiri dulu dong” dia kembali menjulurkan lidahnya.
“pelit” aku membalasnya.
“sudah ayo cepat dimakan..” dia mengambil satu sendok lagi, dan mencuri es krimku.
“heeeeii.. ini es krimkuu” aku menarik piringku menjauhinya dan memakannya cepat. Dia hanya tertawa dan tetap mencoba mencuri es krim cokelatku dari pancakeku. Entah kenapa rasanya seperti hari-hari biasa. Benar-benar damai.
TING TONG
Suara bel rumahku berbunyi, membuat kami ikut berhenti saling menjahili. Rin berdiri dan berlari ke pintu depan, meninggalkan aku yang akhirnya dengan damai memakan pancake cokelatku dengan es krim yang tinggal setengah. Mungkin itu Sungmin hyung, atau mungkin Minhyo, keduanya selalu datang dan menghebohkan suasana keluargaku. Terlalu heboh malah.
Aku masih tetap memakan pancake cokelatku, tapi kali ini dengan perasaan sedikit cemas. Kenapa Rin lama sekali? Biasanya kalau itu Sungmin hyung atau Minhyo, mereka langsung ribut dan menemuiku. Tapi kali ini tidak. Ada yang tidak beres. Siapa sebenarnya tamu itu? Apa tukang kebun baru? Atau tukang koran? Atau hanya seorang tukang pos? tapi kalau para tukang-tukang itu, harusnya dia juga cepat kembali. Siapa sebenarnya tamu kita itu? Aku langsung cepat-cepat menghabiskan pancakeku itu karena rasa cemas yang melanda. Ini pasti tidak baik.
 “siapa Rin?” aku yang sedang menjalankan kursi rodaku langsung berhenti di dekat sofa. Pemandangan yang sangat tidak enak untuk dilihat.. sudah datang di pagi hari. Wanita itu.
“Kyuhyun! Annyeong! Selamat ya sudah boleh pulang kerumah”
“Victoria,” aku mengerutkan dahiku dalam-dalam, tidak pernah terpikirkan bahwa dia akan datang kerumahku setelah semua kejadian yang dia lakukan. “apa yang kau lakukan disini”
“hee.. kau jahat sekali.. aku hanya mau mengucapkan selamat” dia tersenyum padaku. aku tidak butuh senyum genitmu itu. Siapa yang membutuhkan senyummu itu. Tidak usah cari perhatian padaku.
“senyum istriku jauh.. dan sangat lebih manis dari punyamu. Dan lebih tulus.” Aku menatapnya datar. Sangat datar.
“urgh. Sebenarnya apa yang bagus dari dirinya?? Aku lebih dari dirinya! Kenapa kau tidak memilihku!! Kau mencampakanku begitu saja demi wanita rendah seperti dia!”
Perkatannya membuatku terkejut. Dia menumpahkan semua amarahnya begitu saja dihadapan kami berdua. Sepertinya dia sudah tidak bisa memendamnya dengan senyuman genitnya itu. Wajahnya yang dibuat sok cantik itu menampakkan kerutan yang dalam penuh kemarahan. Kedoknya terbuka. Dia memang benar-benar orang yang mengerikan. Aku tidak habis pikir dengan semua perkatannya. Rin jauh lebih baik darimu, dia bukan wanita rendahan seperti yang kau katakan. Dan aku mencampakannya? Ha. Aku hampir tidak bisa menahan tawa penuh ejekanku saat mendengarnya.
“siapa kau bilang? aku yang mencampakanmu? Kau lebih dulu bermain dengan lelaki lain! Apa yang harus kupertahankan darimu, ha? Tidak ada!”
Ya, lelaki itu adalah Nickhun. Dia dulu seorang anak pindahan dari Thailand saat SMA. Dia cukup populer begitu pindah ke SMAku. Tapi masih tetap dibawahku dan hyungku. Jelas. Dia populer mungkin hanya karena seorang anak pindahan. Kami populer karena kami memang begitu. Dan wanita ini, dia memang wanita yang sudah mencoba segala macam pria. Entah apa yang dia lakukan hingga aku mau menerimanya. Aku sempat tidak percaya aku bisa berpacaran dengannya selama hampir dua tahun. Mengingat hal itu membuatku muak.
“tapi.. tapi aku mencintaimu! Kau seharusnya mengetahui itu! Aku memberimu apa saja yang kau inginkan! Aku membelikanmu apa saja!!”
“aku tidak butuh apapun darimu. Aku bahkan tidak menginginkan apapun. Kau yang membelikan dan memberikan semuanya. Yang kubutuhkan hanya cinta dan kasih sayang. Dan aku menemukannya dalam dirinya.” Aku menunjuk istriku yang berdiri di samping wanita itu. Wajahnya merah padam karena perkataanku, saat-saat begini dia masih sangat manis. Wanita yang aku sendiri malas menyebut namanya itu sekarang menggeram kesal.
“a—apa yang bagus darinya! Dia hanya wanita murahan!!”
BRUKK!!
Mataku terbelalak melihatnya. Dia mendorong istriku. Lagi. Untuk kedua kalinya. Di depan mataku. Dan bahkan istriku itu menabrak meja kayu dibelakangnya. Dia terlihat sangat kesakitan. Dan anak kami. Awas saja kalau terjadi apa-apa dengan kandungannya. Amarahku benar-benar sudah mencapai titik puncak. Wanita ini.. kau boleh saja berteriak, memaki-makiku, dan mencelakaiku hingga aku mati. Tapi tidak memaki istriku. Apalagi mencelakainya.
“lihat! Begini saja sudah menangis! Kau terlalu banyak cari muka! Dasar wanita hina!!”
PLAKK
Aku berdiri. Berdiri tepat dihadapan wanita itu, masih dengan telapak tangan yang terbuka karena telah menampar wanita itu. Ya. Aku yang menamparnya. Aku sudah tidak bisa menahan amarahku lagi. Sudah cukup aku dengar dia mengatai wanitaku orang yang rendahan dan murahan. Sekarang hina. Benar-benar wanita tidak tahu diri. “jangan pernah memanggilnya wanita hina. Dia tidak lebih hina darimu.”
“kau.. kau berani-beraninya menamparku!! Aku ini seorang model papan atas!! Kau akan kulaporkan pada managerku kalau sampai wajah ini terluka!! Dan itu bisa membuatmu masuk penjara!!” wanita itu menangis sejadi-jadinya sambil tetap membela diri.
“kau akan melaporkannya? Aku juga bisa melaporkan kejahatanmu” benar-benar memuakkan.
“kejahatanku? Apa kejahatanku? Aku ini wanita yang tidak pernah melakukan kejahatan! Aku wanita suci!”
“hahahahah! Suci katamu? Kau mau membuatku tertawa? Kau suci? Sejak kapan? Aku pernah mendengar kabar bahwa kau sudah pernah melakukannya saat SMA! Untung saja aku sudah putus denganmu saat mengetahuinya. Benar-benar murahan.” Lanjutkan saja semua rengekanmu. Aku akan membuka semua kedokmu kalau aku mau.
“apa yang kau tahu tentangku! Kau tidak tahu apa-apa tentangku!”
“itu sebabnya aku putus darimu.”
“ta—tapi aku memang tidak punya kejahatan apapun!! Kau jangan membual!”
“kau yang mendorongnya di jalan raya waktu itu” kataku seraya membantu Rin berdiri dan duduk di sofa. Aku hampir saja tertawa karena perkataan wanita itu. Benar-benar tidak bisa mengakui kesalahan sendiri.
“kau hanya ingin memojokkanku!”
“tidak, aku mempunyai suatu bukti kejahatan yang mutlak.” aku mengambil remote televisi dan CD player, dan mulai menyalakannya. Rekaman itu terputar dengan suara dan gambar yang jelas. Rin terlihat menutup telinganya. Maaf Rin, ini agar dia bisa mengakui kejahatannya.
“a—apa itu! Aku tidak tahu itu!”
“mau aku perlambat? Oh, ada tombol zoom disini.. pasti ada sebuah wajah yang akan terlihat..” aku menyunggingkan sebuah seringai dan menekan tombol-tombol yang ada di remote. Kau akan meliat semuanya. Kejahatanmu.
“hen..”
“oh, lihat sayang, ada Victoria disana.. apa yang dia lakukan ya? Ayo kita rewind aku menekan tombol pause tepat saat wajahnya terekam kamera. aku benar-benar akan membuatnya bertekuk lutut pada kami.
“HENTIKAN!” wanita itu melempar remote yang kupegang. Ini membuat semua bukti itu benar. aku kembali menyeringai kejam.
“kenapa Victoria? Apakah itu benar-benar dirimu? Wah, kau model papan atas yang terkenal sekali ya” aku tersenyum sinis saat melihatnya menatapku tajam.
“kau.. kurang ajar!”
“ne.. bagaimana kalau aku memberinya pada polisi? Pasti kau akan ditahan karena percobaan pembunuhan.. tapi karena sayangku ini sangat baik hati, dia tidak menginginkanmu masuk penjara, baik sekali bukan? Tapi aku ingin sekali kau masuk penjara karena ini. Kau sudah mencelakai istriku tercinta” aku mengeluarkan CD yang menjadi bukti itu dan menyerahkannya pada Rin.
“jangan! Aku mohon jangan! Karirku bisa hancur!” wanita itu akhirnya jatuh terduduk dan memohon ampun. Akhirnya.
“kalau kau sudah tahu akibatnya, untuk apa kau melakukannya. Sekarang, aku minta kau untuk pergi jauh-jauh dari kehidupan kami. Sangat, sangat jauh..” aku melipat tanganku didepan dada dan menatapnya rendah.
“aku..”
“aku akan memberikannya pada Home Productionmu, dan selanjutnya terserah pada mereka” Rinku akhirnya berbicara. Raut wajah wanita itu sangat terkejut saat mendengar pernyataan yang diucapkan Rin.
“baiklah! Aku akan pergi! Kumohon jangan berikan itu pada Home Productionku! Karirku benar-benar bisa hancur!”
“kami tidak akan menuntutmu di pengadilan, tapi kami akan tetap memberikannya pada Home Productionmu” kali ini Rin yang memojokkannya. Dia terlihat sangat tenang tapi menguasai keadaan dengan tatapannya. This is my wife!
“kumohon jangan..”
“walaupun kau meminta maaf seperti apapun, kami akan tetap melakukannya” aku menambahkan dengan tegas.
oke fine!! Terserah kalian!!” wanita itu sepertinya sudah kehabisan kesabaran. Ia berteriak pada kami dan berlari keluar rumah kami.
“ne.. pergi yang jauh ya”Rin melambaikan tangannya. Menutup sesi pengakuan kejahatan Victoria.

Aku sudah tidak bisa menahannya. Rasa sakit pada tulangku ini terasa kembali setelah akhirnya masalah ini selesai. Aku langsung duduk disamping istriku dan menyandarkan tubuh di kursi. Rasanya tenagaku langsung terkuras habis setelah secara ajaib aku berhasil berdiri dari kursi rodaku. Mungkin ini karena besarnya cintaku padanya. Ah, aku romantis sekali ya. Hahaha.
“sepertinya aku benar-benar butuh intensif berjalan di rumah sakit.. kakiku sakit sekali sekarang..” aku menyandarkan pundakku di bahunya yang kecil. “bagaimana punggungmu?”
“ne.. sudah tidak seberapa sakit..” dia mengusap rambutku pelan. “oh iya Kyu.. tadi kau bilang aku tidak lebih hina dari dia, berarti aku juga hina?” aku terkejut dengan pertanyaannya yang sangat-sangat polos itu.
“MWO?? Aniyaaa! Kau sama sekali tidak sama dengannyaa.. kau tidak hina sedikitpun! Kau tidak rendahan dan juga tidak murahan! Kau itu sangat istimewa dan berharga bagikuu” aku mendekapnya erat dalam pelukanku. Dia benar-benar terlalu polos. Aaaa aku makin mencintainyaa.
“ne.. kalau begitu buktikan” aku terhenti karena perkatannya.
“mwo? Buktikan? Itu buktinya” aku langsung menyentuh perutnya itu. Sebuah bukti otentik bahwa kami benar-benar pasangan suami-istri.
“bukaan.. ini sih sudah pasti.. yang lain”
“ng.. ng..” aku benar-benar bingung apa yang sebenarnya dia inginkan. Hal-hal yang kupikirkan pasti tidak mungkin dia inginkan.. ng.. itu? Tidak. Tidak. Pasti tidak.
“ne?” hentikan memperlihatkan wajah aegyomu itu!
“pe.. pejamkan matamu” aku memperhatikan matanya yang menutup begitu aku memintanya. Kini hanya aku, dan dia yang tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Jadi? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ah. Tidak. Apa yang sebaiknya aku lakukaaaann?? Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sebersit kemudian terlintas sesuatu dikepalaku.
Aku langsung mencium bibirnya lembut. Dan sangat lama. Lama sekali. Aku teringat akan memori pernikahanku itu. Kali ini aku akan menikmatinya. Tidak akan ada yang bisa memisahkanku dengannya sekarang. Dan ternyata bibirnya masih selembut yang dulu, saat pertama kalinya aku menciumnya. Ya. Ciuman pertamanya dan pertamaku saat pernikahan itu.
“sayang,” tiba-tiba dia mendorongku menjauh. Dia sudah bisa melepaskan ciumanku dengan mudah rupanya. “jangan lupa minggu depan kau ada intensif belajar jalan kembali di Rumah sakit”
“ne.. aku ingat kok, saranghaeaku tersenyum padanya dan melanjutkannya kembali.

-ccc-

Aku sekarang berada di dalam mobil Hyundai Santa Fe hitamku dengan istriku, Ririn. Kami sekarang ada Jeju Island, baru saja sampai dan keluar dari pelabuhan. Kenapa kami bisa ada disini? Karena ini adalah sebuah permintaan dari istriku yang cantik yang sudah hamil 6 bulan. Benar-benar melelahkan perjalanan selama tiga hari dua malam. Selama perjalanan dia meminta dibelikan banyak barang. Mobilku hampir tidak cukup. Padahal mobil hitamku ini sebuah SUV. Aku jadi sedikit menyesal, kenapa waktu dia minta pergi kesini, aku tidak memperbolehkannya naik pesawat. Kalo naik pesawat ‘kan tidak seperti ini jadinya. Dan satu lagi, ada sebuah kata yang baru saja meluncur dari mulutnya yang sebenarnya sangat manis itu. Yaitu..
“aku mau pulang”
“m—mwo?”
“aku mau pulang”
“hah? Kita baru saja sampai sayang!”
“ne, aku tau, aku mau pulang”
“tap—tapi kau bilang ingin ke Jeju”
“ne.. tapi sekarang aku mau pulang”
“sekarang sudah hampir sore, sebaiknya kita menginap dulu sehari saja..”
“tidak, aku mau pulang sekarang”
“kenapa?”
“karena kita sudah sampai di Jeju, makanya sekarang aku mau pulang”
“kau.. kau..”
“kenapa? Sini aku saja yang menyetir kalau begitu”
“tidak, tidak usah, tidak boleh. Aku saja yang menyetir” aku langsung membanting setir dan masuk lagi ke pelabuhan. “susah sekali ternyata punya istri hamil dengan permintaan seperti ini” aku mengomel sendiri.
“ne?”
“tidak, tidak apa”
“gomawo sayang” dia tersenyum padaku dengan senyum malaikatnya. Baiklah baiklah.. kau menang.. ini benar-benar sebuah permintaan yang melelahkan. Setidaknya tidak lebih melelahkan daripada Sungmin hyung dan Sungbi waktu itu.. yang sampai ke Toronto. Tapi mereka begitu sampai disana masih menginap satu minggu! Sedangkan ini tidak! Jadi sebenarnya yang lebih melelahkan itu yang mana.. aku makin bingung.
Kami akhirnya mendapatkan tiket kapal untuk perjalanan kembali dari Jeju ke Mokpo. Hampir saja kami ketinggalan kapalnya. Dan sekarang Rin sedang duduk di kasur kamar dan melihat keluar jendela sambil memeluk boneka beruang putihnya yang sangat besar. Melihat boneka itu aku jadi teringat kerja kerasku dan para hyungku, terutama Hyukjae hyung, untuk mencari boneka paling besar itu diseluruh Seoul. Sebenarnya aku dan Hyukjae hyung malah jadi seperti lomba mendapatkan hatinya. Tapi pada akhirnya aku yang menemukannya di sebuah toko di dekat Nowon sana. Aku menang lagi dari Hyukjae hyung. Hahaha.
“sayang,” aku tidak langsung menoleh padanya, karena aku sedang bermain game laptopku sekarang, Starcraft II. Game tiada matinya. Akulah King of Starcraft. Hahaha. “ne, Kyu-yah”
“hm?”
“Kyu-yah”
“hng?” saat aku menoleh, dia sudah berada disampingku, dengan tatapan memohon.
“boleh aku keluar?”
“kenapa harus izin? Keluar saja tidak apa.. kan diatas kapal”
“temani aku”
“mwo? Aku se—“ dia langsung menarikku. Untung aku sempat menutup laptopku itu.
Dia mengajakku ke buritan kapal. Langit senja. Langit yang jarang sekali aku lihat. Warnanya sangat indah, dan wanitaku ini menunjuk kearah langit itu. Langit yang berwarna keunguan itu. Ternyata dia ingin menunjukkan langit yang benar-benar indah ini. Dia tersenyum kearahku sambil tetap menunjuk warna kesukaannya itu. Namun karena senyumannya itu, aku jadi tidak melihat langit indah itu. Aku seperti tersihir oleh senyumannya. Ah.. dia memang benar-benar cantik. Dan langit ini makin membuatnya tampak tiada bandingannya. Aku benar-benar beruntung memilikinya. Semoga anak kami kelak akan lahir dengan sehat dan memiliki senyumannya, dan rambut hitamnya yang indah..
“ne.. saranghae Rin..” aku memeluknya dari belakang dan mencium pipinya.
saranghae most Kyu” dia memegang erat tanganku.
saranghae..

—For my beloved wife, Ririn, and for my boy who will be born soon. I love you with all my heart.
End.

No comments:

Post a Comment